ISLAMABAD- CIOS (Center For Islamic And Occidental Studies) atau dalam bahasa Arab “Markaz al-Dirasat al-Islamiyah wa al-Gharbiyyah” adalah salah satu pusat studi dan riset milik UNIDA (Universitas Darussalam) Pondok Modern Darussalam Gontor.
Sesuai dengan penamaannya, CIOS memiliki konsentrasi pada kajian Islam dan Barat. Pusat studi ini lahir dari sebuah ide bahwa Islam adalah agama sekaligus peradaban, yang pada saat ini sedang menghadapi tantangan besar, yakni hegemoni peradaban Barat.
Sebetulnya bukan kali ini saja Islam berhadapan dengan peradaban asing. Dulu Islam pernah menghadapi peradaban besar bangsa asing seperti Yunani, Persia, dan lain sebagainya.
Bedanya, dulu para ulama sebelum berhadapan dengan peradaban asing, mereka telah menguasai konsep-konsep dasar Islam dengan baik, sehingga ketika dihadapkan dengan konsep asing, mereka mampu memodifikasi konsep tersebut untuk dikembangkan dalam kerangka pemikiran Islam.
Namun saat ini umat Islam mengalami kesulitan untuk mengikuti jejak para ulama terdahulu dalam menghadapi konsep asing. Kurang lebih hal ini disebabkan oleh dua hal, yaitu kurangnya penguasaan konsep-konsep penting dalam tradisi intelektual Islam dan besarnya pengaruh konsep-konsep asing dalam pemikiran umat Islam, terutama konsep Barat.
Akibatnya, banyak di antara umat Islam lebih menguasai ide-ide Barat daripada konsep-konsep Islam. Hal ini mendorong mereka mengadopsi ide-ide dan teori-teori yang tidak Islami secara tidak kritis, sehingga konsep-konsep Barat lebih dihargai dan mendominasi di kalangan umat Islam daripada konsep-konsep Islam sendiri.
Hal ini tentunya menjadi pemandangan yang sangat aneh. Karena hakikatnya Islam adalah agama yang komprehensif dengan konsep-konsep yang fleksibel untuk segala lini kehidupan, misalnya konsep tentang din, manusia (insan), ilmu (ilm dan ma’rifah), keadilan (‘adl), amal yang benar (amal sebagai adab) dan sebagainya, sehingga tidak perlu lagi mengambil konsep Barat yang notabene berpaham sekuler.
Jika dalam pemikiran saja umat Islam sudah terhegemoni, maka sangat bisa dimengerti, dalam berbagai aspek lainnya, seperti ekonomi, politik, militer, dan lain sebagainya umat Islam merasa kesulitan terbebas dari cengkraman hegemoni, dan sulit untuk mengembangkan diri.
Untuk mengatasi hal ini, CIOS hadir untuk menggali konsep-konsep kunci dalam Islam melalui pemikiran salaf salih, dan pada saat yang sama mengkaji konsep-konsep kunci peradaban Barat untuk dikembangkan dan diislamkan. Proses seperti ini disebut Islamisasi Ilmu Pengetahuan.
Mengenai Islamisasi ilmu pengetahuan, nampaknya CIOS terinspirasi dari pemikiran al-Attas di tahun 70-an yang menemukan teori Islamisasi worldview dunia Melayu. Ide ini kemudian dikembangkan oleh al-Attas menjadi Islamisasi ilmu pengetahuan kontemporer dan puncaknya adalah gagasan perlu didirikannya universitas Islam.
Ide ini ia cetuskan pada Konferensi Dunia Tentang Pendidikan Islam Pertama tahun 1977 di Makkah. Realisasi ide ini adalah berdirinya Universitas Islam Internasional Islamabad Pakistan dan diikuti oleh Universitas Islam Internasional Malaysia, pada tahun 80-an.
Upaya Islamisasi sains tersebut diejawantahkan oleh CIOS melalui berbagai kegiatan ilmiah seperti mengadakan workshop Islamisasi Ilmu Pengetahuan; menerbitkan buku-buku hasil kajian ilmiah; mengadakan symposium, seminar-seminar, baik nasional maupun internasional; mengadakan diskusi rutin setiap Minggu mengenai masalah-masalah tertentu yang berkaitan dengan pemikiran dan peradaban Islam dan Barat; workshop dan seminar tentang aliran-aliran sesat di Indonesia.
Upaya yang dilakukan CIOS ini diharapkan dapat menjadi pelecut bagi umat Islam agar mampu mengembangkan konsep-konsep Islam dalam berbagai bidang seperti ekonomi, pendidikan, politik, budaya, sains, sosial, dan lain sebagainya secara kreatif dengan tetap berpijak pada tradisi pemikiran dan peradaban Islam, serta bersifat kritis dan selektif terhadap konsep-konsep asing, khususnya Barat.
(Ditulis oleh Fakhrudin Arrozi. Mahasiswa MS Syariah and Law IIUI. Alumni PM. Gontor th 2007)